Batas Kota Majapahit
Telah banyak para ahli baik asing maupun lokal yang berkutat pada peninggalanpeninggalan di Trowulan, yang ditengarai sebagai isi ibu kota Majapahit. Kini, para peneliti tersebut mengais reruntuhan Majapahit, berkejaran dengan ribuan pabrik pembuat bata yang menjamur di sekitarnya. H Maclaine Pont, adalah seorang arsitek Belanda yang mengawali penelitian intensif terhadap sisasisa Majapahit di Trowulan.
Terinspirasi dengan Nagarakretagama terjemahan Brandes, beliau menggali banyak lokasi di sana. Hasil investigasinya antara lain adalah fasilitas hidrologi Majapahit berupa wadukwaduk besar di sekitar Trowulan, yang salah satunya berukuran kirakira 175 m x 350 m, dan kemungkinan memiliki daya tampung air sejumlah 350.000 m³. Kondisi serupa dijumpai di baray, Angkor namun dengan skala yang jauh lebih besar (Lombard, 2006b:19).
Begitu terinspirasinya Maclaine Pont dengan Majapahit, ia membidani pembangunan Gereja Poh Sarang, Kediri, Jawa Timur. Sebagai seorang arsitek ia menggabungkan gaya arsitektur modern dengan arsitektur tradisional Jawa, untuk melahirkan Gereja dengan gaya Majapahit ini (Lombard, 2006a: 180).
Pada tahun 2003, tim dari Balai Arkeologi Yogyakarta yang dipimpin oleh Nurhadi Rangkuti melakukan survei untuk mencari batasbatas Situs Kota Majapahit yang diperkirakan memiliki luas 11 Km x 9 Km memanjang arah utaraselatan. Dari penelitian sebelumnya telah ditemukan tiga lokasi batas kota yang ditandai dengan sebuah kompleks bangunan suci agama Hindu yang besar dengan Yoni berhias naga raja. Tiga batas kota tersebut adalah Klinterejo di timur laut, Lebak Jabung di tenggara, dan Sedah di barat daya (Rangkuti, 2005:53).
Berdasarkan ekskavasi arkeologis di Situs Klinterejo dan Lebak Jabung, didapatkan gambaran mengenai bentuk bangunan suci Hindu di penjuru sudut penanda batas kota. Secara garis besar, pola tata ruang bangunan tersebut memanjang barat – timur, yang terdiri dari tiga halaman. Pada halaman paling barat terdapat bangunan terbuka, berumpak batu dengan batur batu bata, mirip bangunan balai atau pendopo.
Pada halaman tengah terdapat sisasisa bangunan dari bata, dan pada halaman bagian timur juga terdapat bangunan bata dengan Yoni Naga Raja. Tampaknya pola tata ruang bangunan suci tersebut mirip dengan kompleks bangunan Pura di Bali, yang memiliki tiga halaman yaitu: jaba, jaba tengah dan jeroan (lihat Rangkuti, 2006:175176).
Selain berhasil membangun hipotesis mengenai lokasi dan penanda batas kota, sebelumnya Rangkuti juga berhasil merekonstruksi pola pemukiman desadesa Majapahit di sekitar Trowulan di Kabupaten Sidoarjo, Probolinggo, Pasuruan, dan Lumajang. Ruparupanya berbeda dengan peneliti lainnya, peneliti ini memiliki kecenderungan untuk lebih suka menelusuri tepian Majapahit yang masih menjadi misteri dan belum banyak diungkap, daripada isi bagian dalam kotanya yang telah diobrakabrik pembuat bata (atau bahkan pemerintah ?)
Sumber: Majapahit Batas Kota dan Jekal Kejayaan di Luar Kota
Bab Mungkinkah Batas Kota Majapahit Ada di Jakarta? Oleh Sofjan Noerwidi
Terinspirasi dengan Nagarakretagama terjemahan Brandes, beliau menggali banyak lokasi di sana. Hasil investigasinya antara lain adalah fasilitas hidrologi Majapahit berupa wadukwaduk besar di sekitar Trowulan, yang salah satunya berukuran kirakira 175 m x 350 m, dan kemungkinan memiliki daya tampung air sejumlah 350.000 m³. Kondisi serupa dijumpai di baray, Angkor namun dengan skala yang jauh lebih besar (Lombard, 2006b:19).
Begitu terinspirasinya Maclaine Pont dengan Majapahit, ia membidani pembangunan Gereja Poh Sarang, Kediri, Jawa Timur. Sebagai seorang arsitek ia menggabungkan gaya arsitektur modern dengan arsitektur tradisional Jawa, untuk melahirkan Gereja dengan gaya Majapahit ini (Lombard, 2006a: 180).
Pada tahun 2003, tim dari Balai Arkeologi Yogyakarta yang dipimpin oleh Nurhadi Rangkuti melakukan survei untuk mencari batasbatas Situs Kota Majapahit yang diperkirakan memiliki luas 11 Km x 9 Km memanjang arah utaraselatan. Dari penelitian sebelumnya telah ditemukan tiga lokasi batas kota yang ditandai dengan sebuah kompleks bangunan suci agama Hindu yang besar dengan Yoni berhias naga raja. Tiga batas kota tersebut adalah Klinterejo di timur laut, Lebak Jabung di tenggara, dan Sedah di barat daya (Rangkuti, 2005:53).
Berdasarkan ekskavasi arkeologis di Situs Klinterejo dan Lebak Jabung, didapatkan gambaran mengenai bentuk bangunan suci Hindu di penjuru sudut penanda batas kota. Secara garis besar, pola tata ruang bangunan tersebut memanjang barat – timur, yang terdiri dari tiga halaman. Pada halaman paling barat terdapat bangunan terbuka, berumpak batu dengan batur batu bata, mirip bangunan balai atau pendopo.
Pada halaman tengah terdapat sisasisa bangunan dari bata, dan pada halaman bagian timur juga terdapat bangunan bata dengan Yoni Naga Raja. Tampaknya pola tata ruang bangunan suci tersebut mirip dengan kompleks bangunan Pura di Bali, yang memiliki tiga halaman yaitu: jaba, jaba tengah dan jeroan (lihat Rangkuti, 2006:175176).
Selain berhasil membangun hipotesis mengenai lokasi dan penanda batas kota, sebelumnya Rangkuti juga berhasil merekonstruksi pola pemukiman desadesa Majapahit di sekitar Trowulan di Kabupaten Sidoarjo, Probolinggo, Pasuruan, dan Lumajang. Ruparupanya berbeda dengan peneliti lainnya, peneliti ini memiliki kecenderungan untuk lebih suka menelusuri tepian Majapahit yang masih menjadi misteri dan belum banyak diungkap, daripada isi bagian dalam kotanya yang telah diobrakabrik pembuat bata (atau bahkan pemerintah ?)
Sumber: Majapahit Batas Kota dan Jekal Kejayaan di Luar Kota
Bab Mungkinkah Batas Kota Majapahit Ada di Jakarta? Oleh Sofjan Noerwidi
terimakasih informasinya sangat bermanfaat.
BalasHapus